Profil Desa Pawangi: Gambaran Umum

Desa Pawangi ini merupakan satu dari sekian banyaknya desa baru yang lahirnya dilatarbelakangi oleh pemekaran wilayah di kabupaten Bengkayang. Awalnya  Pemerintah Kabupaten Bengkayang terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1999 tentang pembentukan Daerah Tingkat II Bengkayang, secara resmi mulai tanggal 20 April 1999, Kabupaten Bengkayang terpisah dari Kabupaten Sambas. Selanjutnya, pada tanggal 27 April 1999, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah yakni Syarwan Hamid mengangkat Bupati Bengkayang pertama yang dijabat oleh Drs. Jacobus Luna. Pada waktu itu, wilayah Kabupaten Bengkayang ini meliputi 10 kecamatan.


Keberadaan Undang-undang Nomor 12 tahun 2001 tentang pembentukan Pemerintahan Kota Singkawang mengakibatkan Kabupaten Bengkayang dimekarkan kembali dengan melepas 3 kecamatan yang masuk kedalam wilayah pemerintahan kota Singkawang sehingga menjadi 7 kecamatan. Dengan adanya pemekaran Kecamatan ini, maka Wilayah Administratif  Kabupaten Bengkayang pada akhirnya menjadi 17 ( tujuh belas) Kecamatan, 122 Desa dan 2 Kelurahan definitif.


Kemudian perihal lahirnya kecamatan Capkala ini dibentuk sebagai hasil pemekaran dari Kecamatan Sungai Raya. Pembentukannya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kecamatan Capkala. Kecamatan Capkala diresmikan pada tanggal 30 Desember 2003.


Sesuai Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkayang tentang kecamatan Capkala dalam Angka 2021 menunjukkan luas wilayah Kecamatan Capkala kurang lebih adalah 46,35 km2 dan terbagi menjadi enam desa. Nama keenam desanya yakni Desa Capkala, Desa Aris, Desa Mandor, Desa Pawangi, Desa Setanduk, dan Desa Sebandut.


Pada awal pengesahan kecamatan Capkala, Desa Pawangi secara administratif masih masuk dalam wilayah Desa Mandor. Kemudian pada tahun 2004 terjadi pemekaran wilayah kembali di desa Mandor yang kemudian menjadi tonggak awal sejarah lahirnya Desa Pawangi. Salah satu tokoh sepuh yang membidani lahirnya Desa Pawangi yakni Pak Asnan, beliau merupakan satu dari sekian kaum pribumi yang memiliki andil dalam proses pemekaran desa Mandor ke Desa Pawangi kala itu.


Dalam perkembangaanya, masyarakat desa Pawangi pada umumnya menjadi petani dengan sektor pertanian dan persawahan yang luas di desa Mandor, wajar saja karena Pawangi dulu masih masuk kedalam wilayah Mandor. Lambat laun warga mulai membuka lembar pekerjaan baru, dari sektor perkebunan dengan sawit dan buah-buahan sebagai contohnya. Maraknya perkebunan sawit ini sebenarnya belum terlalu lama, mulai popular pada tahun 2010-an. Pelan namun pasti seiring berlannya waktu komoditas ini mulai diminati masyarakat desa Pawangi karena keuntungan dan hasil yang menjanjikan.


Terlepas dari sektor pertanian dan perkebunan sawit, masyarakat Pawangi juga mulai mengembangkan komoditas baru yakni dari buah perkebunan lain berupa durian, alpukat, cabai, semangka dan yang terakhir buah sawo juga sedang dikembangkan di desa ini. Percepatan pengembangan ini dilatarbelakangi karena begitu suburnya tanah dan ditunjang dengan wilayah luas yang masih banyak dan rimbunnya tanaman liar. Dari hasil sayuran pun juga tak luput untuk dikembangkan, beberapa diantaranya yakni terong dan mentimun yang akhir-akhir ini gencar dikembangkan.


Sektor kebudayaan pun juga tak luput dari desa ini, sudah menjadi kebiasaan atau bahkan melebur menjadi tradisi turun temurun. Hal tersebut dapat dilihat dari kebiasan tahunan ataupun kegiatan momentual, beberapa diantaranya yakni tradisi Raddat yang dimana hal ini sudah sering dilakukan setiap ada hajatan atau rutinan mingguan dengan diiringi alat music rebana sebagai bentuk doa dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang biasanya diakhiri dengan Mahalul Qiyam. Selain itu juga ada tradisi Tolak Bala, kegiatan ini pada umumnya dilaksanakan pada tanggal 1 bulan Muharram sesuai penanggalan Hijriah. Beberapa bentuk tradisi lain juga dilaksanakan secara momentual ketika ada ibu yang baru melahirkan, kemudian bayi berusia 7 bulan. Hal-hal lain juga dapat ditemui ketika ada warga yang meninggal, di Pawangi juga sudah menjadi tradisi turun temurun untuk melaksanakan selamatan 7 hari, 40 hari, 100 hari hingga 1000 hari sejak wafatnya.



Penulis: Gilang Tahes Pratama

Uploader: Admin Desa Pawangi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar